Friday, May 10, 2013

Feature “Buah Hinaan dan Perjuangan Seorang Janda”

Berawal dari hidup seorang janda yang hidupnya penuh do’a, hinaan, jerih payah, dan perjuangan serta keuletannya dalam mengarungi hidup, dan demi meraih kebahagiaan dan kesuksesan untuk kedua anaknya. Berbagai jalan terjal penuh duri dan perih, halangan serta rintangan pun dihadapinya dengan sabar dan penuh ketulusan. Darah dan nanah yang menjalar kesekujur kaki yang tidak pernah ia hiraukan. Dan air keringat bercucuran setiap hari membanting tulang sendirian hanya demi sesuap nasi dan demi kebahagiaan kedua buah hati tercinta.

Setelah ditinggal pergi oleh suaminya selama 15 tahun, Rumiyati seorang janda 48 tahun di Kp Kobak Rotan Desa Sukamakmur, Sukakarya Bekasi. ia hidup dengan penuh suka cita bersama kedua anaknya yang masih menempuh jalur pendidikan, tidak banyak senyuman yang terlihat dibelahan bibir mungilnya itu, karena tergerus oleh arus kesehariannya dalam menafkahi dan memeberikan kehidupan yang lebih layak untuk kedua buah hatinya dalam meraih cita-cita dan kebahagiaanya, dan semua itu ia lakukan seorang diri dan dibantu oleh anak sulungnya, beliau bekerja mulai menjadi seorang buruh tani, kuli mencuci baju dan piring sampai mencari kayu bakar untuk di jadikan uang, akan tetapi tidak semua pekerjaan yang beliau lakukan itu menghasilkan uang.

Terkadang ketika ia menjadi sorang buruh tani ia kerap kali mendapatkan kata-kata kasar yang pekerjaannya dinilai sangat lamban oleh yang empunya sawah, bahkan ia mendapat upah yang sangat sedikit yang tidak sesuai dengan pekerjaanya, dan terkadang ia dicurangi oleh yang punya sawah, bahkan yang sangat menyedihkan ketika beliau dituduh mencuri padi, oleh petani itu yaitu saudaranya sendiri, sungguh sakit perasaan bu Rumi. Ia hanya menanti belas kasihan dari Tuhan dan berharap akan datang seorang dermawan yang menolongnya.

Ditengah terik panas sinar sang surya yang menusuk kulit hingga sampai pori-pori tidak lagi dihiraukan. Ia selalu tertawa dan selalu ikhlas dalam menjalani hidupnya. “kerja keras ini tidak ada apa-apanya jika tidak ada rahmat dan ridha dari yang kuasa, Allah yang memberikan kita hidup dan Dia-lah yang maha tahu atas apa yang kita kerjakan, dengan perjuangan yang saya lakukan saya berharap agar kedua anak saya menjadi anak yang sholeh dan berguna untuk nusa, bangsa dan agama,” tutur bu rumiyati, dengan senyum bahagia.

Ibu Rumiyati adalah wanita yang sangat kuat, sering beliau berangkat kerja dengan perut kosong karena tidak adanya makanan dirumahnya, pergi pagi dari rumah ke sawah dan pulang sore dengan menjunjung padi dengan berjalan kaki dari sawah ke rumahnya yang jaraknya cukup jauh. Namun ia tidak pernah mengeluh, hidup yang dialaminya begitu pahit dan getir, semua itu ia lakukan hanya untuk buah hatinya.

Tinggal digubuk usang seperti rumah kosong yang apabila malam datang hanya diterangi oleh satu lampu dan beralaskan tikar dan kasur yang kotor yang sudah tidak layak pakai, dan apabila hujan telah tiba air mengucur dari atap menyirami sekujur tubuh dan wajahnya, disinilah Ia tinggal dan melewati suka cita dengan kedua anaknya, hidup dengan kekurangan dan kesulitan yang menerpa selalu dihadapi dengan bersabar dan tabah.

Bahkan yang paling menyedihkan, Ia selalu diejek oleh anak-anak sekolah yang apabila melewati rumahnya bahkan Ia selalu direndahkan dan selalu dicaci dan dimaki oleh saudara-saudaranya, dan Ia selalu diasingkan dengan tetangga dan saudaranya tidak ada yang memandang ia dengan baik, kemiskinan membuat ia menjadi terpuruk namun tidak memberatkan hatinya untuk tetap berjuang, berusaha dan berdo’a untuk kebahagiaan putra putrinya.

Hari-harinya dilakukan dengan ikhlas walau cercaan serta hinaan yang terlontar dari orang-orang terdekatnya Ibu Rumi dan kedua anaknya tidak pernah mengangap itu sebagai ejekan, hinaan atau yang lainnya itu diangap sebagai api semangat yang semakin banyak cercaan dan hinaan diterima maka api semangat itu akan semakin berkobar dan Ia selalu menyikapi dengan wajah manis.

Dan Ia selalu mengingatkan kepada anaknya tidak ada yang lebih tinggi dan lebih rendah kecuali keimanan dan ketakwaan seseorang kepada Tuhannya, dan Ia selalu mengajarkan kepada kedua buah hatinya agar selalu saling memaafkan karena dengan meminta maaf seseorang tidak akan merasa rendah dan orang yang memaafkan adalah orang yang mulia, dua kalimat manis itu yang selalu menjadi acuan hidup untuk beliau.

Hingga pada akhirnya perjuangan, doa dan setiap keringat yang mengalir dalam dirinya membuahkan  hasil yang sangat manis, Ia mampu memotivasi anak pertamanya sampai berhasil menempuh pendidikan S1 dan kemudian bekerja di Negeri Sakura meraih mimpinya untuk memberikan kebahagiaan kepada ibunya dan melanjutkan perjuangan ibunya untuk memberikan kesempatan pada adik perempuannya untuk mencapai pendidikan minimal S1, karena pendidikan investasi dunia wal akhirat di sinilah pentingnya peran pendidikan untuk masa depan, dan semua mimpi indah pun Tuhan jadikan nyata.

“Saya bersyukur atas rahmat dan hidayahnya yang diberikan kepada saya, dan setelah apa yang diberikan oleh Tuhan kepada saya melalui kedua anak saya, saya berharap agar anak-anak saya tidak lupa kepada Allah, selalu bersyukur dan dekat dengan Allah. Selalu bertaqwa dan tidak sombong,” Harapan Bu Rumiyati.

Walau demikian Ia tidak pernah besar kepala dan Ia selalu merangkul tetangga dan saudaranya yang padahal sekian lamanya selalu merendahkan, menghina dan mencercanya, walau sekarang sudah hidup dengan berkecukupan belia selalu memberikan sikap yang baik, sederhana  tidak sombong dan selalu berpenampilan apa adanya, Subhanallah.

2 comments:

Translate